Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

15 Desember 2012

| | 0 Komentar | Read More

Foto Pre Wedding di pantai Krandangan dan Malimbu Hill Lombok

Pantai Krandangan dan malimbu Lombok menjadi tujuan adventuring kali ini, tujuan utama adalah untuk pengambilan Foto Pasca wedding saudara saya, bro Dima Okta yang akan digunakan pada cara resepsi pernikahannya pada 28 desemeber mendatang di Kediri jawa timur.

Banyak pertimbangan kenapa kali ini kami memutuskan untuk mengambil lokasi di pantai Krandangan dan Bukit Malimbu, diantaranya adalah keterbatasan kamera Pocket yang ada, dan sekaligus ingin berekreasi bersama para jagoan kecil kami, jadi sesi foto2 sekalian main dipantai.

outdoor pre weddingPantai Krandangan sendiri berada tidak jauh dari Kota Mataram, letaknya berada sekitar 2km setelah pantai senggigi, Krandangan memiliki ciri khas bebatuan dan karang yang cantik dan cukup bagus untuk dijadikan background pengambilan foto. Dan benar saja, ketika kami selesai melakukan pengambilan foto, ada beberapa fotografer dan pasangan yang datang untuk foto pre wedding di lokasi yang kami gunakan.

Selanjutnya kami sekeluarga berpindah lokasi menuju Pantai Malimbu II untuk berenang dan menikmati kuliner ikan bakar dan es kelapa muda. Malimbu II sendiri terletak 2km setelah pantai Krandangan atau sekitar 4km setelah pantai Senggigi. Di Pantai Malimbu II ini cukup cocok dijadikan lokasi berenang bersama balita, karena ombak yang tenang dan pantai yang landai, tak lupa kemudahan dalam mencari hidangan khas ikan bakar lombok.

di bukit malimbuSetelah puas dengan berenang dan menikmati ikan bakar, kami melanjutkan take foto sesi kedua di bukit malimbu, memanfaatkan background panorama pantai dan laut lepas, ditunjang hamparan rerumputan hijau yang makin membuat paduan warna kontras yang cukup baik, sesuai dengan kostum yang dipakai oleh bro Dima dan Istri.

Untuk yang ingin foto2 pre wedding outdoor di lombok bisa menghubungi saya, tentunya akan saya usahakan dalam waktu dekat kamera DSLR untuk hasil yang lebih memuaskan, masalah budget selalu bisa disesuaikan dengan kemampuan dan keingin anda tentunya :)

| | 0 Komentar | Read More

Teluk Ekas Lombok, Surganya Peselancar

Teluk Ekas merupakan teluk terbesar di Lombok yang merupakan daerah perkampungan nelayan, sehingga banyak sekali perahu dan keramba ikan yang ditambatkan di bibir pantai. Teluk Ekas juga dilengkapi dermaga yang sebenarnya sudah tidak berfungsi. Di tempat inilah dibudidayakan rumput laut, udang dan lobster. Itu mengapa selain Bangko Bangko, Ekas juga sangat cocok untuk lokasi memancing. Tidak itu saja, teluk ini juga menyimpan keindahan bawah laut yang memesona, sangat cocok untuk aktivitas snorkling maupun diving. Sayangnya, pada musim hujan perairan Teluk Ekas menjadi keruh karena banyak sungai yang bermuara disini. Disamping disukai pemancing, ombaknya yang tinggi membuat para surfer tertarik tantangan berselancar di Ekas.

Kualitas ombak di Ekas berkelas regional classic, cocok untuk dinikmati berbagai level surfer. Tipe ombaknya reef-rocky dengan arah kanan maupun kiri. Sedangkan bentuknya ada 3 yakni pipa (pipe), dinding (wall) dan heavy. Untuk para peselancar, Ekas mempunyai 2 spot terbaik yaitu outside Ekas dan Inside Ekas. Outside Ekas adalah ombak kidal, tingginya 5 hingga 10 kaki. Ombaknya jatuh dengan keras, bertenaga dan memiliki luas permukaan yang lebar. Sedangkan inside Ekas lokasinya lebih ke dalam teluk. Ombaknya membentuk dinding puncak yang menyenangkan. Di saat yang tepat dapat berupa ombak panjang dan barrels di bagian kanan. Ombak rendah di kanan, ombak tinggi sebelah kiri dan bisa mencapai ketinggian hingga 12 kaki.

Keasyikan surfing juga diberikan pantai Surga. Secantik namanya, pantai ini menjadi surga para surfer yang ingin menjajal kemampuannya. Bagi kalangan surfer, pantai surga bisa menyatukan siapapun karena ombaknya yang cocok untuk semua penggemar surfer. Suasana alamnya rileks dan jauh dari kebisingan kota membuat pantai ini cocok bagi mereka yang ingin bermain tanpa diganggu orang lain. Panorama pantai Surga sangat indah. Sebelah kanan pantai terdapat tebing berwarna keputihan dan menjulang. Tebing ini memang jadi pemanis keindahan pantai Surga. Pantai ini juga amat bersih dan terawat, sayangnya akses menuju Pantai Surga masih sangat buruk.

Setelah ke Pantai Surga, jangan lupa mengintip keindahan Pantai Kaliantan dan Cemara. Pantai Cemara adalah pantai yang ditumbuhi banyak pohon cemara dan ombak yang sangat minim. Itu mengapa pantai ini digandrungi anak-anak kecil agar bisa bermain pasir dengan bebasnya. Para orangtua juga lebih merasa aman mengajak anak mereka ke pantai Surga karena ombaknya tidak membahayakan. Pantai Kaliantan tidak hanya memberikan eksotisme keindahan pantai yang berpasir putih. Namun juga kesenangan bagi siapapun yang ingin snorkling dan diving. Bagi penghobi fotografi, Kaliantan adalah spot yang tepat untuk membidik sunset. Pada bulan Februari – Maret, Kaliantan tidak akan sepi dan sunyi karena sebagian warga sekitar akan tumpah ruah ke pantai untuk merayakan tradisi bau (nangkap) Nyale (cacing laut). Masyarakat sekitar percaya dengan mengikuti prosesi Bau Nyale akan mendapat berkah misalnya mengusir berbagai macam penyakit atau hama tanaman. Kini Bau Nyale di pantai Kaliantan merupakan paket wisata yang sayang untuk dilewatkan.

Tidak tersedia angkutan umum ke Pantai Kaliantan karena kendaraan umum hanya beroperasi sampai Kecamatan Jerowaru. Jika Anda ingin ke kawasan ini sebaiknya menggunakan kendaraan pribadi atau menyewa. Jika berangkat dari Mataram, rute yang harus Anda tempuh adalah menuju timur ke arah Lombok Timur dengan waktu tempuh kira-kira 1 jam, dilanjutkan ke arah Selatan melalui Kecamatan Sikur – Sakra – Keruak – Jerowaru – Pemokong – Kaliantan. Waktu tempuh menuju Pantai Kaliantan dari pusat kecamatan Jerowaru sekitar 30 menit dengan jarak sekitar 23 km.

Dua wanita muda itu memandang ke kiri dan kanan. Mereka baru saja menginjakkan kakinya di atas pantai Tasem Asem -  sekitar 60 meter di atas permukaan laut. Sejauh mata memandang hamparan laut biru di bawah dan sekitar Teluk Ekas. ‘Very nice place’ kata mereka takjub. Seraya tangan salah seorang diantaranya mengarahkan handycam ke berbagai arah, mengabadikannya.

Siang itu, Simone dan Susanne – demikian nama kedua wanita asal Jerman itu, baru menginjakkan kakinya di kawasan Ocean Heaven yang juga disebut Heaven On the Planet. Sudah dua malam ia berada di perairan Teluk Ekas. Keberadaannya di perairan tersebut bersama sejumlah wisatawan peminat selancar. Mereka menumpang kapal wisata yang membawanya dari Bali untuk main selancar di Laut Surga yang berada di depan pantai Kalaulan. Pasir pantainya putih dan air lautnya panas tropik.

Untuk mencapai dataran tebing itu, mereka harus menapaki empat tingkatan jalan. Masing-masing sekitar 60an anak tangga sejauh 100an meter jalan setapak itu. Lumayan berat dilalui mereka yang tidak biasa melintasi bukit pendakian. Demikian pula seorang pekerja design komputer Patrick Baumel bersama istrinya Antonia Wonburs asal Belanda. Ia menyeberangi laut dari seberang pantai Awang Lombok Tengah. Dari website www.wannasurf.com ia mendapatkan lokasi tersebut. ??Tempat ini bagus sekali,?? katanya membaca kesan orang. Maka setelah sebelumnya dua hari berlibur di Kuta Lombok Tengah bagian selatan, ia pun ingin membuktikannya. Dan ternyata, benar. Semula ia hanya akan menginap dua hari molor menjadi empat hari. ??Perfect nice place,?? katanya. Yang dimaksud, suasananya tenang. Tidak hiruk pikuk sebagaimana suasana kawasan wisata di Bali dan bahkan di Kuta Lombok Tengah. Juga tidak ada pedagang asong yang mengganggu menawari barang jualannya. Patrick Baumel mengaku datang bermain selancar di sana, karena dekat dari Bali. Dan sebagai pemula yang baru dua tahun ia bisa berselancar di sana.

Setidak-tidaknya empat tahun terakhir ini, kapal-kapal wisata yang datang dari Bali biasanya membawa penumpang hingga sembilan orang. Kalau siang naik ke bukit tersebut untuk makan siang dan minum-minum Coca Cola. Utamanya, peselancar itu datang pada bulan Juli-Oktober karena adanya gelombang yang bagus untuk bermain. Ada ombak Outside (kekanan saja) dan bisa pula Inside (kekiri dan kekanan).

Bukan hanya surfing itu saja yang menjadi daya tarik pantai di Teluk Ekas tersebut. Lokasinya seperti bisa ditemui di Uluwatu, adalah menuruni tebing batu karang atau batu cadas apabila hendak berselancar. Dulunya, Uluwatu di Bali sebelum booming wisatawan, pra peselancar harus merangkak menuruni bukit mendatangi pantai di bawahnya. Suasananya masih sepi seperti Uluwatu sekian puluh tahun yang lampau.

Heaven on the Planet atau Surga di Atas Planet. Begitulah Kerry Black – specialist artificial surfing reef asal Selandia Baru – menjuluki tempat itu – yang kemudian membayar lahan seluas 16 hektar tersebut. Letaknya di Dusun Lendang Terak Desa Pemongkong Kecamatan Jerowaru Kabupaten Lombok Timur. Letaknya di atas tebing. Sudah empat tahun Kerry Black membuka lahan tersebut sebagai kawasan berlibur tersebut. Disana ia menyediakan fasilitas penginapan lima kamar dilengkapi berbagai sarana sport. Ada lapangan basket, skate board ramp, boogie board, nature trail look out (mengelilingi kampung sekitar menggunakan sepeda motor trail. Dan satu jenis atraksi lain, ini yang berbeda dari lokasi wisata lain di Lombok,  abseiling atau rapelling yaitu menuruni tebing ke pantai Tasem Asem.

Memang tidak banyak wisatawan yang berani menyoba petualangan menuruni bukit dengan cara bergantungan menggunakan tali. Namun, ada juga mereka yang menyobanya. Segala keperluan olahraga petualangan ini memang sudah disiapkan. Ada tali, carabiner, harnest. ‘Kami sudah siap melayani turun tebing ini’ kata Muslim yang diserahi Kerry Black untuk mengelolanya. Tingkat kesulitannya adalah kehatian-hatian menghadapi dinding batu yang tajam. Kalau tidak, akibat geseran karang bisa mengalahkan kuatnya tali yang dipakai bergantung menuruni tebing itu. Jadi juga harus teliti mencari tempat yang paling aman sebagai titik lokasi penurunannya.

Biasanya, mereka yang menginap di Heaven On the Planet, bermain selancar dua kali sehari. Pagi hari melakukannya pukul 08.00 – 11.00 dan sorenya pukul 15.00 – 18.00. Ramainya wisatawan peselancar ke sini pada bulan Maret-April. Selama sebulan itu, ombaknya bagus untuk berselancar. Tetapi pada musim libur akhir Juni-awal Juli ini juga banyak wisatawan yang datang. Maka, lima kamar tersebut dipastikan akan terisi semuanya. Sewa kamarnya bungalow Rp200 ribu dan flamboyan Rp400 ribu. Untuk seorang dikenai tarif separo. Dan bila bertiga, diberikan ekstra bed gratis. Jika kamar sudah terisi, para peselancar pun rela tidur di ruang terbuka restoran yang disediakan fasilitas untuk tidur.

Di depan Heaven On the Planet ini juga terdapat danau kecil sewaktu air surut. Sekitar 100an meter ke tengah. Ini terjadi selama 4-5 hari pada penanggalan 16-17-18. bulan Di sana, biasanya penduduk yang datang dari dusun Berora, Kuang Rundun, Bagik Cendol atau Sungkun melakukan Madak ? yaitu mencari ikan mencungkil tanah. Ikan yang bisa didapat adalah ikan Serpih, gurita atau kerang.

Bangunan penginapan di situ menggunakan batu percek – batu yang apabila digesek memercik api seperti gesekan korek api. Di malam hari, batu tersebut terlihat sepertinya menyala. Di sekitarnya ada batu-batu tebing yang ditempeli kulit-kulit kerang. Orang menyebutnya sebagai fossil beach. Mengasikkan mendatanginya – sekitar 500an meter jauhnya. Menuruni dan menaiki batu-batu dipinggir pantai sambil menghadapi deburan ombak yang datang menghempas.

Semula ada ribuan fosil kulit kerang di tebing pantai di selatan Lendang Terak ini. Diperkirakan peninggalan sekitar 6000-100,000 tahun. Sewaktu permukaan laut masih sekitar 50 meter. Sayangnya, kini telah tiada lagi setelah habis dipunguti untuk dijadikan bahan kerajinan oleh penduduk. Untuk mendatangi Dusun Lendang Terak ini, melalui jalan yang disekitar kiri kanan penuh ditumbuhi Imba – pepohonan lokal. Tidak tersedia angkuta umum dari pusat desa Pemongkong – sekitar 10an kilometer. Yang ada hanyalah ojek sepeda motor saja. Kalau datang dari Pantai Kuta Lombok Tengah, harus melewati pantai Awang terlebih dahulu sebelum menyeberang sekitar 15 menit menggunakan perahu motor yang ongkosnya Rp70 ribu per orang. Tetapi apabila minta dijemput dari bandara Selaparang di Mataram atau sebaliknya, dikenai tarif Rp250 ribu seandainya sendirian atau Rp150 ribu per orang apabila berdua. Jarak Heaven on the Planet dari kota Mataram sekitar 80 kilometer.

Di selatan Lombok Timur ini, juga terdapat kawasan wisata lain. Ada pantai Kaliantan, Tanjung Ringgit dan Cemara. Jadi, para wisatawan petualang alam bisa terpuaskan menikmati alam pantai yang masih perawan.(supriyantho khafid)

10 Desember 2012

| | 0 Komentar | Read More

Test Post from ORINDION

Test Post from ORINDION http://orindion.com

20 Desember 2010

| | 0 Komentar | Read More

Why Business Owners Are Heading Back to Campus

here's no substitute for the education entrepreneurs get in the competitive trenches, starting and running their own business. But there are cases in which a return to the classroom is the best--if not the only--way to get ahead. Some seek the type of immediate and tangible returns that come from learning a new language or skill, while others are searching for long-term solutions to jump-start stagnant businesses. And no matter their motivation for hitting the books, they're also challenged with keeping their companies afloat while they do it. These entrepreneurs are taking the leap--making a return trip to academia in search of the expertise they can't get on the job.

Motivation for More Education
New York City photographer Chris Corradino is among many successful entrepreneurs who are becoming serial students, perpetual pupils fortifying their skills, knowledge bases and résumés with additional academic work in the hope it will translate directly into growth for their ventures, either now or in the future. Corradino says the six-week "Writing for the web" course he took this summer through Media Bistro for $500 has already paid for itself in new clients, while also generating a pipeline full of new prospects, plus a sharp uptick in website traffic and Facebook followers. "I wanted to use my blog to take my business to the next level. It seems to be working."
Corradino says he's now considering a creative writing class to further expand his skills—and his opportunities. So what motivates him and other entrepreneurs to take on the new responsibilities that come with continuing their education, even as they continue running a business?



"Usually it's because they have a found a gap in their background that's troubling them," says Tom Kinnear, managing director of the Zell Lurie Institute for Entrepreneur Studies within the University of Michigan's Ross School of Business.
"I felt like something was missing--that getting an MBA might be a good thing to do," explains Verdi Ergn, a first-year MBA candidate at Ross who, after selling two successful food service ventures he started as an undergraduate, recently launched Own, a point-of-sale cashiering system developer. "There's a lot out there that I don't know."
For Gayle Reaume, the journey back to the classroom began with the hard-to-swallow realization that beyond a sluggish economy and escalating competition, perhaps her own limitations were holding her small company back.
"We certainly weren't growing as fast as I wanted to grow," Reaume, says of the Money Academy, the Austin venture she founded in 2005 to provide financial education programs for young people. "Growing a company means you need to know how the whole company works--every part of it. I've always been strong at certain things, like marketing, but I could see I was struggling with the intricacies of building and running a growth-oriented company."
Then Reaume had an epiphany, realizing that as the person who nurtured her own company from idea to successful enterprise, she also had the power to lead it to new heights. But doing so would require a little extra professional seasoning that she wasn't likely to get on the job. It was time, Reaume concluded, to go back to school.
"I'm a huge proponent of staying on top of your game through education," she explains. "It helps us stay engaged with a business landscape that is changing really fast."
Reaume's educational muse led her to enroll in ACTiVATE, a Texas State University postgraduate CEO development program for women entrepreneurs. Even before completing the year-long program (through evening courses that accommodated her ongoing duties running a company and a household), the $2,000 she paid in tuition has already produced big benefits by helping her land angel funding and scale up the company, she says. "I would have paid $10,000 for it. It's been a godsend."
For entrepreneurs like Reaume, the bottom-line benefits of executive education--whether via a quick, no-cost one-day online workshop, a full-blown, big-ticket MBA program at a top-flight brick-and-mortar institution or one of the many options in between--far outweigh the costs.
For entrepreneurs such as Jennifer Escalona and Dario Passadore, the educational impetus came from a desire to diversify and grow their companies. Escalona, an Atlanta-based social media consultant, departed this summer for a two-month Spanish language immersion course in Colombia, hoping it would help her build a Spanish-speaking clientele. Likewise, Passadore, president of Darmic Consulting, a consulting firm in Boca Raton, Fla., immersed himself in ISO training courses earlier this year, intent on steering his company into the international standards compliance arena. So far, so good, he says. "It allowed us to make a radical change in the company, to establish a whole new division. We went from zero to 100 in a couple months. Now [standards compliance consulting] is the main focus of our go-to-market strategy. That part of our business is really kicking."
Newly armed with an MBA in marketing that she earned on weekends while running her New York City-based public relations firm, ProwessPR, Erin Freeley says she now has the ability to deliver fully integrated PR and marketing plans. "And having my MBA makes my recommendations more credible, I think."
But continuing education is about more than building credibility, says Passadore. "It's about your own personal and professional growth--building the skills to make you a better leader, a better manager, a better entrepreneur."
Nonetheless, those skills are also marketable and bankable, an important consideration for entrepreneurs for whom the back-to-school end game is business growth. "My clients are excited about it because gaining access to the Hispanic market is big for them, too," says Escalona. "I see [learning Spanish] as giving me a big advantage over my competition."
Instant Grad-ification
Another huge benefit of straddling the line between student and business owner is the opportunity to use what you learn in class almost immediately to solve real-world business problems. "I've definitely gotten ideas in class, especially on the marketing side, that have been really useful to my company," says Rebecca Andino, who's working toward her MBA at George Washington University in Washington, D.C., while running Highlight Technologies, a Fairfax, Va., tech and support services company that makes its living largely from government contracts.
What's more, notes Reaume, by fortifying your knowledge base, "you can look to yourself for solutions instead of counting on other people to come in and solve your problems."
Access is another major perk of an executive education. The networking opportunities and contacts made through educational programs can prove invaluable. Today's classmates, professors and alumni might prove to be tomorrow's client, funding source, business partner board member or trusted strategic advisor. "You enter into a network where suddenly all these resources open up to you," says Kinnear.
Executive education also provides business owners who have been immersed in the day-to-day workings of their companies with a much-needed outside perspective, says Alana Muller, president of the Kauffman Foundation's FastTrac educational program for entrepreneurs. "It forces them to take a good, hard look at their business as it currently stands. That's vital for taking a business to the next level."
Balancing Act
The educational path a business owner takes to find that next level depends largely on two key resources: time and money. Adding academic responsibilities to an already heavy workload might be more than some entrepreneurs can handle. "I recently stopped using the word 'busy' and replaced it with 'productive,'" quips Corradino. "And there were a few times where I definitely found myself overly productive."
Here are some pointers for finding a program that's right for you--and successfully getting what you want from it:
  • Don't let ambition cloud good sense. Sometimes a quick-hit workshop or a single course is all you need. 
  • Seek out flexibility. Find programs that fit your schedule; many institutions offer weekend, evening and online courses. 
  • If you can afford it, pay the freight for a top-flight program. "They will give you the best education and preparation, along with more credibility, and more marketing and branding power," says Passadore. 
  • Don't over-commit professionally or academically. "You'll do a disservice to yourself, your clients and your course work," says Freeley.
  • Try to preserve a semblance of balance. "You don't want to do a half-good job of running a business or a half-good job of being a student," says Kinnear. If, for MBA candidates, that means taking just a course or two at a time, or taking a semester off when business or family commitments dictate, so be it, adds Andino. 
Once all the personal and professional factors have been weighed, says Kinnear, the decision to attempt the back-to-school balancing act comes down to simple costs and benefits. "The program has to be highly relevant to make it worthwhile."

David Port is a freelancer based in Denver who writes on small business, and financial and energy issues.

23 April 2010

| | 2 Komentar | Read More

New Peterpan - cuplikan album baru yg segera launching

Beberapa hari ini lg asik nyari mp3 lagu pribumi terbaru, ehh ada yg menarik perhatian saya... ya anda benar sesuai judul post ini, ada lagu new peterpan. Seperti yg kita ketahui bersama klo peterpan telah berganti nama seiring perubahan formasi personelnya, dari yg dulu PETERPAN (Ariel, Uki, Loekman, Reza, Andika, dan Indra.) menjadi NEW PETERPAN (Ariel, Uki, Loekman, Reza, dan Davied.)

Dengan formasi barunya ternyata tidak serta merta menjadikan 'warna musik' peterpan 'berasa' lain, justru semakin membuat sahabat peterpan penasaran :-D . Kalau anda juga penasaran seperti saya, silahkan coba cicipi beberapa cuplikan lagu baru mereka ini :









Apa komentar anda setelah mendengarkannya? adakah yg berubah dibandingkan  dengan warna musik PETERPAN yg dulu?

Label

techPowerUp!